Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

About

statistics

Blog Archive

Arsip Blog

Latest Posts

About Sure Mag

Social Media

Search Blog

Join with us

WTI Oil Price

Flickr Feed

Most Popular

UNDANG – UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG MINERAL DAN BATUBARA


A.Pendahuluan

Mineral dan batubara merupakan sumber daya alam tak terbarukan yang mempunyai peranan penting dalam memenuhi hajat hidup orang banyak, serta memberi nilai tambah secara nyata bagi perekonomian nasional dalam usaha mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Kegiatan usaha penambangan mineral dan batubara yang mengandung nilai ekonomi dimulai sejak adanya usaha untuk mengetahui posisi, area, jumlah cadangan, dan letak geografi dari lahan yang mengandung mineral dan batubara. Setelah ditemukan adanya cadangan maka proses eksploitasi (produksi), angkutan, dan industri penunjang lainnya akan memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggisehingga akan terbuka persaingan usaha di dalam rangkaian industri tersebut. Sebagai kegiatan usaha, industry pertambangan mineral dan batubara merupakan industri yang padat modal (high capital), padat resiko (high risk), dan padat teknologi (high technology). Selain itu, usaha pertambangan juga tergantung pada faktor alam yang akan mempengaruhi lokasi dimana cadangan bahan galian. Dengan karakteristik kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara tersebut maka diperlukan kepastian berusaha dan kepastian hukum di dunia pertambangan mineral dan batubara. 

Tahun 2009 merupakan babak baru bagi pertambangan mineral dan batubara di Indonesia dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), menggantikan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan - ketentuan Pokok Pertambangan (UU No.11 Tahun 1967). Perubahan mendasar yang terjadi adalah perubahan dari sistem kontrak karya dan perjanjian menjadi sistem perijinan, sehingga Pemerintah tidak lagi berada dalam posisi yang sejajar dengan pelaku usaha dan menjadi pihak yang memberi ijin kepada pelaku usaha di industri pertambangan mineral dan batubara. Kehadiran UU Minerba tersebut menuai pro dan kontra. 

Ada sementara kalangan yang berpendapat bahwa beberapa kebijakan dalam UU Minerba tersebut tidak memberikan kepastian hukum terkait dengan kegiatan usaha di bidang pertambangan mineral dan batubara dan memberikan hambatan masuk bagi pelaku usaha tertentu. Industri mineral dan batubara menyangkut kepentingan banyak orang, oleh karena itu kondisi di industri tersebut harus berada di dalam persaingan usaha yang sehat. Salah satu syarat terciptanya persaingan yang sehat tersebut adalah tidak adanya hambatan masuk yang berlebihan ke dalam industri tersebut, termasuk hambatan yang berasal dari kebijakan Pemerintah. Di dalam artikel ini akan disajikan (i) undang – undang minerba mengandung pokok – pokok, (ii) perbedaan undang – undang minerba no 4 tahun 2009 dengan undang – undang nomor 11 tahun 1967, (iii) tujuan kebijakan, (iv) kesimpulan. 

B. Undang – Undang Minerba Mengandung Pokok - Pokok 

1. Mineral dan batubara sebagai sumber daya yang tak terbarukan dikuasai oleh negara dan pengembangan Serta pendayagunaannya dilaksanakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah bersama dengan pelaku usaha. 

2. Pemerintah selanjutnya memberikan kesempatan kepada badan usaha yang berbadan hukum Indonesia, koperasi, perseorangan, maupun masyarakat setempat untuk melakukan pengusahaan mineral dan batubara berdasarkan izin, yang sejalan dengan otonomi daerah, diberikan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya masing-masing. 

3. Dalam rangka penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah, pengelolaan pertambangan mineral dan batubara dilaksanakan berdasarkan prinsip eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi yang melibatkan pemerintah dan pemerintah daerah. 

4. Usaha pertambangan harus memberi manfaat ekonomi dan sosial yangsebesar-besar bagi kesejahteraan rakyat Indonesia. 

5. Usaha pertambangan harus dapat mempercepat pengembangan wilayah dan mendorong kegiatan ekonomi masyarakat atau pengusaha kesil dan menengah serta mendorong tumbuhnya industri pertambangan. 

6. Dalam rangka terciptanya pembangunan berkelanjutan, kegiatan usaha pertambangan harus dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip lingkungan hidup, transparansi, dan partisipasi masyarakat. 

C. Beberapa hal dalam Undang-Undang Minerba Nomor 4 Tahun 2009 yang membedakannya dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 

1. Penguasaan bahan galian UU Minerba menyatakan bahwa: 

a. penguasaan bahan galian diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah 

b. Untuk kepentingan strategis nasional, maka Pemerintah dengan persetujuan DPR menetapkan Wilayah Pencadangan Negara (WPN) untuk mineral dan batubara. 

c. Untuk kepentingan nasional, Presiden menetapkan pengutamaan kebutuhan mineral dan batubara dalam negeri DMO. 

d. Pengelolaan dilaksanakan oleh Pemerintah dan daerah sedangkan UU sebelumnya hanyamengatur bahwa penguasaan bahan galian diselenggarakan oleh Pemerintah. 

 2. Kewenangan Pengelolaan UU Minerba mengatur bahwa: a. Pemerintah Pusat menetapkan Wilayah Pertambangan (kebijakan dan pengelolaan nasional) b. Provinsi (kebijakan dan pengelolaan regional) c. Kabupaten/Kota (kebijakan dan pengelolaan lokal) Sedangkan UU sebelumnya mengatur bahwa kebijakan dan pengelolaan bersifat nasional. 

3. Pengusahaan dan Penggolongan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara: Penggolongan mineral dan batubara dalam UU Minerba terdiri dari mineral radioaktif, mineral logam, mineral bukan logam dan batuan, dan batubara, sedangkan dalam UU sebekumnya bahan galian digolongkan ke dalam, bahan galian strategis, vital, non strategis dan non vital. 

4. Perizinan Dalam UU Minerba Perijinan terdiri dari Izin Usaha pertambangan (IUP) Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), sedangkan dalam UU sebelumnya perizinan dan perjanjian berupa penugasan, Kuasa Pertambangan Surat Ijin Pertambangan Daerah, Surat Izin Pertambangan Rakyat, Kontrak Karya (KK) atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). 

5. Kewajiban Pelaku Usaha Alam UU Minerba Pelaku usaha memiliki kewajiban dalam bidang keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-udangan; pajak, PNBP, dan bagi hasil dari keuntungan bersih sejak berproduksi untuk IUPK, dari sisi lingkungan harus memiliki syarat perizinan dan kesanggupan untuk mengerjakan reklamasi/pasca tambang, kewajiban pengembangan masyarakat, kewajiban penggunaan teknik pertambangan, kewajiban untuk memberikan jnilai tambah, kewajiban untuk membuat data dan pelaporan, kewajiban untuk melaksanakan kemitraan dan bagi hasil. Sedangkan dalam UU sebelumnya kewajiban pelaku usaha terkait dengan keuangan dimana untuk Kuasa Pertambangan (KP) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan KK/PKP2B tetap pada saat kontrak ditandatangani, lingkungan, kemitraan, nilai, tambah, data dan pelaporan. 

6. Penggunaan lahan UU Minerba memberikan pembatasan tanah yang dapat diusahakan dan sebelum memasuki tahap operasi produksi pemegangvIUP/IUPK wajib menyelesaikan hak atas tanah dengan pemegang hak. Sedangkan dalam UU sebelumnya dalam penggunaan kahan dilakukan pembatasan tanah yang dapat diusahakan. 

7. Jangka Waktu Dalam UU Minerba Jangka waktu eksplorasi dan eksploitasi diatur sebagai berikut: a. IUP Eksplorasi mineral logam (8 tahun) terdiri dari Penyelidikan umum (1 tahun), Eksplorasi (3 tahun + 2x1 tahun) dan studi kelayakan (1+1 tahun) b. IUP Eksplorasi Batubara (7 tahun) terdiri dari Penyelidikan Umum (1 tahun), Eksplorasi (2tahun + 2x1 tahun) dan Studi Kelayakan (2tahun) c. IUP Operasi Produksi mineral dan Batubara (20 tahun + 2 x 10tahun) terdiri dari konstruksi (3 tahun) dan kegiatan penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan (17 tahun). 

8. Pembinaan dan pengawasan Dalam UU Minerba pembinaan dan pengawasan terhadap pemegang IUP dan IUPK dilakukan oleh menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya, sedangkan untuk IPR merupakan tugas Bupati atau walikota. Dalam UU sebelumnya pembinaan dan pengawasan sifatnya terpusat. 

9. Ketentuan Pidana Dalam UU Minerba ketentuan pidana diatur sesuai dengan situasi dan kondisi dengan sanksi yang cukup keras. Apabila pidana dilakukan oleh badan Hukum maka sanksi dan denda ditambah 1/3. Dalam UU sebelumnya ketentuan pidana diatur tetapi aturan tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan situsidan kondisi saat ini, sedangkan sanksi pidana /kurungan sangat lunak. 

D. Tujuan 

Kebijakan Pertambangan mineral dan batubara dikelola dengan berazaskan manfaat, keadilan, dan keseimbangan; keberpihakan pada kepentingan bangsa, partisipatif, transparasnsi dan akuntabilitasn, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Dalam rangka mendukung pembangunan nasional yang berkesinambungan, maka tujuan pengelolaan mineral dan batubara adalah : 

1. menjamin efektifitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usahabpertambangan secara berdaya guna, berhasil guna, dan berdaya saing; 

2. menjamin manfaat pertambangan mineral dan batubara secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup; 

3. menjamin tersedianya mineral dan batubara sebagai bahan baku atau sebagai sumber energi untuk kebutuhan dalam negeri; 

4. mendukung dan menumbuhkembangkan kemampuan nasional agar lebih mampu bersaing di tingkat nasional, regional, dan internasional; 

5. meningkatkan pendapatan masyarakat local, daerah, dan Negara, serta menciptakan lapangan kerja untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat dan menjamin kepastian hukum dalam penyelenggaraan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara. 

Dampak UU Minerba yang telah diberlakukan dengan melihat pasal-pasal dalam UU adalah ditemukan adanya potensi hambatan masuk bagi pelaku usaha tertentu kedalam industri pertambangan mineral dan batubara dan ada regulasi yang bersifat netral terhadap persaingan usaha. 

E. Kesimpulan 

Berdasarkan artikel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan yang terdapat di dalam UU Minerba ada yang berpotensi memberikan dampak negatif terhadap prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat. Selain itu ada juga yang bersifat netral terhadap persaingan usaha. Kebijakan yang berpotensi memberikan dampak negatif terhadap prinsip-prinsip persiangan usaha adalah mengenai pengaturan luas wilayah untuk eskplorasi dan kewajiban divestasi setelah 5 tahun operasi produksi. 

DAFTAR PUSTAKA

http://www.imaapi.com/index.php?option=com_phocadownload&view=category&id=8&Itemid=161&lang=id
http://www.kppu.go.id/docs/Positioning_Paper/positioning_paper_minerba http://search.viva.co.id/search?q=pertambangan&m=art&d=365&ord=date_publish+desc&p=2

0 komentar:

Posting Komentar