Teori evolusi menyatakan bahwa makhluk hidup di muka bumi tercipta  sebagai akibat dari peristiwa kebetulan dan muncul dengan sendirinya  dari kondisi alamiah. Teori ini bukanlah hukum ilmiah maupun fakta yang  sudah terbukti. Di balik topeng ilmiahnya, teori ini adalah pandangan  hidup materialis yang dijejalkan ke dalam masyarakat oleh kaum Darwinis.  Dasar-dasar teori ini – yang telah digugurkan oleh bukti-bukti ilmiah  di segala bidang – adalah cara-cara mempengaruhi dan propaganda, yang  terdiri atas tipuan, kepalsuan, kontradiksi, kecurangan, dan ilusi  permainan sulap.
|  Di masa Darwin, struktur sel yang rumit belum diketahui sedikit pun. | 
Teori evolusi diajukan sebagai hipotesa rekaan di tengah konteks  pemahaman ilmiah abad kesembilan belas yang masih terbelakang, yang  hingga hari ini belum pernah didukung oleh percobaan atau penemuan  ilmiah apa pun. Sebaliknya, semua metode yang bertujuan membuktikan  keabsahan teori ini justru berakhir dengan pembuktian ketidakabsahannya.
Namun, bahkan sekarang, masih banyak orang beranggapan bahwa evolusi  adalah fakta yang sudah terbukti kebenarannya – layaknya gaya tarik bumi  atau hukum benda terapung. Sebab, seperti telah dinyatakan di muka,  teori evolusi sesungguhnya sangatlah berbeda dari yang diterima  masyarakat selama ini. Oleh sebab itu, pada umumnya orang tidak tahu  betapa buruknya landasan berpijak teori ini; betapa teori ini sudah  digagalkan oleh bukti ilmiah pada setiap langkahnya; dan betapa para  evolusionis terus berupaya menghidupkan teori evolusi, walaupun teori  ini sudah “menghadapi ajalnya”. Para evolusionis hanya mengandalkan  hipotesa yang tak terbukti, pengamatan yang penuh prasangka dan tak  sesuai kenyataan, gambar-gambar khayal, cara-cara yang mampu  mempengaruhi kejiwaan, dusta yang tak terhitung jumlahnya, serta  teknik-teknik sulap.
| Francis Crick | 
Kini, berbagai cabang ilmu pengetahuan seperti paleontologi (cabang  geologi yang mengkaji kehidupan pra-sejarah melalui fosil – penerj.),  genetika, biokimia dan biologi molekuler telah membuktikan bahwa tak  mungkin makhluk hidup tercipta akibat kebetulan atau muncul dengan  sendirinya dari kondisi alamiah. Sel hidup, demikian dunia ilmiah  sepakat, adalah struktur paling kompleks yang pernah ditemukan manusia.  Ilmu pengetahuan modern mengungkapkan bahwa satu sel hidup saja memiliki  struktur dan berbagai sistem rumit dan saling terkait, yang jauh lebih  kompleks daripada sebuah kota besar. Struktur kompleks seperti ini hanya  dapat berfungsi apabila masing-masing bagian penyusunnya muncul secara  bersamaan dan dalam keadaan sudah berfungsi sepenuhnya. Jika tidak,  struktur tersebut tidak akan berguna, dan semakin lama akan rusak dan  musnah. Tak mungkin semua bagian penyusun sel itu berkembang secara  kebetulan dalam jutaan tahun, seperti pernyataan teori evolusi. Oleh  sebab itulah, rancangan yang begitu kompleks dari sebuah sel saja, sudah  jelas-jelas menunjukkan bahwa Tuhan-lah yang menciptakan makhluk hidup.  (Keterangan lebih rinci dapat dibaca dalam buku Harun Yahya, Miracle in  the Cell).
Akan tetapi, para pembela filsafat materialis tidak bersedia menerima  fakta penciptaan karena beragam alasan ideologis. Hal ini disebabkan  kemunculan dan perkembangan masyarakat yang hidup dengan berpedomankan  akhlak mulia yang diajarkan agama yang sejati kepada ummat manusia  melalui perintah dan larangan Tuhan bukanlah menjadi harapan kaum  materialis ini. Masyarakat yang tumbuh tanpa nilai moral dan spiritual  lebih disukai kalangan ini, sebab mereka dapat memanipulasi masyarakat  yang demikian demi keuntungan duniawi mereka sendiri. Itulah sebabnya,  kaum materialis mencoba terus memaksakan teori evolusi – yang berisi  dusta bahwa manusia tidak diciptakan, tetapi muncul atas faktor  kebetulan dan berevolusi dari jenis binatang – serta, dengan segala  cara, berupaya mempertahankan teori evolusi agar tetap hidup. Kaum  materialis meninggalkan akal sehat dan nalar, serta mempertahankan  omong-kosong ini di setiap kesempatan, walaupun bukti ilmiah dengan  jelas telah menghancurkan teori evolusi dan menegaskan fakta penciptaan.
Berbagai contoh struktur yang rumit dalam sel: Kanan, ribosom, tempat  berlangsungnya pembuatan protein dalam sel. Kiri, sebuah nukleosom,  yang membungkus satuan-satuan DNA dalam kromosom. Di dalam sel terdapat  banyak sistem dan struktur yang rumit seperti ini, bahkan yang lebih  kompleks lagi. Pengetahuan bahwa struktur yang demikian kompleks itu -  yang semakin terungkap seiring dengan kemajuan teknologi - tidak mungkin  terbentuk secara kebetulan, telah menempatkan para evolusionis dalam  kesulitan yang takkan dapat mereka pecahkan.  | 
Sebenarnya telah dibuktikan bahwa adalah mustahil apabila sel hidup  yang pertama – atau bahkan satu saja dari berjuta-juta molekul protein  dalam sel itu – dapat muncul atas faktor kebetulan. Ini bukan saja  ditunjukkan melalui berbagai percobaan dan pengamatan, melainkan juga  melalui perhitungan probabilitas secara matematis. Dengan kata lain,  evolusi gugur di langkah pertama: yaitu dalam menjelaskan kemunculan sel  hidup yang pertama.
Rayap berusia dua puluh lima juta tahun, yang utuh dan awet dalam  batu amber (resin fosil transparan berwarna kuning kecoklatan). Rayap  ini tidak berbeda dari rayap zaman sekarang.  | 
Sel, satuan terkecil makhluk hidup, tidak mungkin muncul secara  kebetulan dalam kondisi primitif tanpa kendali di saat Bumi masih muda –  seperti yang dipaksakan kaum evolusionis kepada kita agar percaya.  Jangankan dalam kondisi demikian, dalam laboratorium tercanggih di abad  ini sekali pun, hal itu mustahil terjadi. Asam-asam amino, yaitu satuan  pembentuk berbagai protein penyusun sel hidup, tak mampu dengan  sendirinya membentuk organel-organel di dalam sel seperti mitokondria,  ribosom, membran sel, ataupun retikulum endoplasma – apalagi membentuk  sebuah sel yang utuh. Oleh sebab itu, pernyataan bahwa sel pertama  terbentuk secara kebetulan melalui proses evolusi, hanyalah hasil rekaan  yang sepenuhnya didasarkan pada daya khayal.
Sel hidup, yang sampai kini masih mengandung banyak rahasia, adalah  satu di antara sekian banyak kesulitan utama yang dihadapi teori  evolusi.
Dilema mengkhawatirkan lainnya (dari sudut pandang evolusionis)  adalah molekul DNA yang terdapat di dalam inti sel hidup, sebuah sistem  kode yang terdiri dari 3,5 miliar satuan berisi semua rincian makhluk  hidup. DNA pertama kali ditemukan melalui kristalografi sinar-X pada  akhir tahun 1940-an dan awal 1950-an, dan merupakan sebuah molekul  raksasa dengan rancangan yang luar biasa. Selama bertahun-tahun, Francis  Crick, pemenang hadiah Nobel, meyakini teori evolusi molekuler. Namun  pada akhirnya, ia sendiri pun harus mengakui bahwa molekul yang begitu  rumit tak mungkin muncul dengan sendirinya secara tiba-tiba karena  kebetulan, sebagai hasil dari sebuah proses evolusi:
Seseorang yang jujur, dengan pemahaman keilmuan yang ada sekarang, saat ini hanya dapat menyatakan bahwa asal mula kehidupan nampak bagaikan sebuah keajaiban.1
Evolusionis berkebangsaan Turki, Profesor Ali Demirsoy, terpaksa memberikan pengakuan sebagai berikut:
Sebenarnya, kemungkinan terbentuknya sebuah protein dan asam nukleat (DNA-RNA) adalah di luar batas perhitungan. Lebih jauh lagi, peluang munculnya suatu rantai protein adalah sedemikian kecilnya sehingga bisa disebut astronomis (tidak mungkin). 2
|    | 
|      Sejak teori Darwin menguasai dunia ilmu pengetahuan sampai hari  ini, teori ini dianggap sebagai dasar ilmu paleontologi. Akan tetapi,  hasil-hasil penggalian di berbagai bagian dunia ternyata bertentangan  dengan teori ini, dan bukan mendukungnya. Berbagai fosil menunjukkan,  makhluk hidup muncul secara tiba-tiba dan dalam keadaan telah lengkap  sempurna - dengan kata lain, diciptakan.   | 
Homer Jacobson, Profesor Emeritus di bidang Ilmu Kimia, menyatakan  pengakuan tentang kemustahilan munculnya kehidupan akibat faktor  kebetulan, sebagai berikut:
Petunjuk untuk reproduksi rencana, untuk energi dan untuk  pengambilan bagian-bagian dari lingkungan sekitar, untuk urutan  pertumbuhan, dan untuk mekanisme efektor yang menerjemahkan instruksi  menjadi pertumbuhan – semua itu harus ada secara serentak pada saat  tersebut [saat awal munculnya kehidupan]. Kemungkinan kombinasi semua  peristiwa itu secara kebetulan tampaknya sungguh luar biasa kecil … 3
Catatan fosil pun menyajikan fakta lain, yang menjadi kekalahan telak  bagi teori evolusi. Dari seluruh fosil yang telah ditemukan selama ini,  tidak ada satu pun bentuk antara (bentuk peralihan) yang ditemukan,  yang seharusnya ada jika makhluk hidup berevolusi tahap demi tahap dari  spesies yang sederhana menjadi spesies yang lebih kompleks, seperti yang  dinyatakan oleh teori evolusi. Jika makhluk seperti itu ada, seharusnya  jumlahnya banyak sekali, berjuta-juta, bahkan bermiliar-miliar. Lebih  dari itu, sisa dan kerangka makhluk semacam itu haruslah ada dalam  catatan fosil. Kalau bentuk-bentuk antara ini benar-benar ada, jumlahnya  akan melebihi jumlah spesies binatang yang kita kenal di masa kini.  Seluruh dunia akan penuh dengan fosil makhluk tersebut. Para evolusionis  mencari bentuk-bentuk antara ini di semua penelitian fosil yang  menggebu-gebu, yang telah dilangsungkan sejak abad kesembilan belas.  Akan tetapi, sama sekali tidak ditemukan jejak-jejak makhluk perantara  ini, meskipun pencarian telah dilakukan dengan penuh semangat selama 150  tahun.
Singkat kata, catatan fosil menunjukkan bahwa makhluk hidup muncul  secara tiba-tiba dan dalam wujud sempurna, bukan melalui sebuah proses  dari bentuk primitif menuju tahap yang lebih maju, seperti yang  dinyatakan teori evolusi.
Kaum evolusionis telah berusaha keras untuk membuktikan kebenaran  teori mereka. Namun nyatanya, dengan tangannya sendiri, mereka justru  telah membuktikan bahwa proses evolusi adalah mustahil. Kesimpulannya,  ilmu pengetahuan modern mengungkapkan fakta yang tak mungkin disangkal  berikut ini: Kemunculan makhluk hidup bukanlah akibat faktor kebetulan yang buta, melainkan hasil ciptaan Tuhan.

0 komentar:
Posting Komentar